Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Dirimu Dan Kisah Dengan Dirinya

Aku ingin mengatakan dengan gamblang, jelas serta lugas semua isi di dalam pikiran dan hatiku. Kala itu saat kita kembali dipertemukan oleh sang waktu. Ketahuilah, ingatan ku seakan hilang sesaat aku. Entah karena melihat senyummu atau karena mata indah itu. Dan sifat manja nan manismu terasa mengalihkan maksud hati. Lagi-lagi diriku selalu saja dibuat tak berdaya oleh segala yang kau punya. Aku selalu mencoba mengelak semua tentang dirimu, namun tetap saja bayangan bersiluet wajahmu merayap masuk dalam pikiranku. Aku mengirimmu sebuah pesan “Aku menyukai mu” saat pagi datang, “Aku menyayangi mu” pada menjelang siang, serta “Aku mencintai mu” pada malam menjelang kau mengistirahatkan ragamu. Semua pesan itu, aku tunjukan tak lain dan tak bukan untukmu. Aku terus mengulangnya sampai jenuh melanda. Dan kau masih setia bersama diammu. Selalu. “Aku belum bisa menjawabnya”. Itulah beberapa kalimat mu padaku. Sampai detik terus berganti menit. Menit menuju jam. Jam menjadi hari. Hari be...

Selembar Kertas

    Perkenalkan wahai sahabat, Namaku Karsito Wahyu Asep Waseso Tatang Supangat, seorang pria berhoroskop gemini. Lahir sebelum reformasi. Dari namaku tentu sudah bisa ditebak, aku berdarah jawa dan sunda. Jawa dari bapak dan sunda dari Ibu. Umurku 25 tahun, lebih 125 hari. Saat dulu anak ke tiga dua dari 3 bersaudara.  Aku bisa disebut anak ragil, anak bungsu, bontot atau apapun itu namanya. Aku mempunyai kakak perempuan bernama Wahyu Tini Eneng Ratna Wulandari Suratmi berumur 28 tahun. Sudah menikah mempunyai 1 anak bernama Tatan Wibowo Nanang Dayat Victor Hugo. Berbadan tambun, subur bagai anak kelebihan gizi. Menggemaskan bila dilihat,  namun terlihat lucu-lucunya dia.        Entah kenapa aku ini sering dijuluki si item, si keling, si hitam, si tak kasap mata, si sawo busuk dan banyak ‘si’ lain lagi. Tak mengenakan bila aku mendengar itu. Tentulah aku bercerita pada saat kecil. Sekarang sebutan ku banyak. Bisa sito, wahyu, sep, seso, tang...

Parman Bagian 1

     Muhammad Sobri dan Khotidjah adalah nama oran tua bagas. Dalam silsilahnya, buyut kelurga bapak dan ibunya adalah garda terdepan penyebar agama terkemuka di desa. Maka tak ayal bila dari kecil bagas sudah akrab dengan kehidupan pondok pesantren yang didirikan buyutnya. Dan diteruskan oleh keluarga bapak dan ibunya, hingga sampai sekarang. Bila ditelusuri dari cerita bapak kyai sobri, buyutnya belajar agama sampai ke hadramaut tepatnya kota Tarim jauhnya. Negeri subur di antara Yaman dan Oman. Tak terlalu jauh dari makam Nabi Hud atau dikenal dengan nama Syi’ib Hud sekitar 80 km dari kota Tarim. Dan kerap juga disebut ‘Kota Sejuta Wali’. Jarak bukan sebuah hambatan namun ke-istiqomahan dan panggilan Tuhan membuat buyutnya sangat gigih untuk mendampatkan serta mengamalkan ilmu agama. “Ilmu yang sudah kita dapatkan, harus diturunkan kepada siapapun sebagai amal kita kepada sesama”. Itu pesan buyut kita gas soal ilmu. Ketika bagas mengingat lagi  perkataan bapaknya...

Di Suatu Malam Itu

Pernakah kah kau kembali mengingat malam itu? dimana terukir dalam ingatan dan benakmu? Kalau tidak biarlah aku saja yang mengingat itu. Saat pertemuan dua hati ketika aku sulit berfikir logis serta mulutku bagai gagap berbicara. Seakan Terkunci rapat. Untuk mengucap serta memuji sosok perempuan polos, lugu dan indah. Apakah kau tahu sosok perempuan itu? Ya itu adalah dirimu.   Saat malam itu dimana kita bertemu saling melempar canda tawa tanpa sekat serta bilik pemisah untuk berkomunikasi antara dua hati. Sulit digambarkan secara tepat dan cepat. Bianglala malam membuat kita hanyut dalam hangat dan akrab. Kita sama tahu bahwa  hawa dingin menyelimuti tempat itu. Banyak orang disekeliling keakraban kita. Melihat kita penuh heran,curiga serta tanya.  Disela perbincangan. Aku dibuat kembali terhanyut dalam semesta mu, namun yang terindah adalah wajahmu. Hadir dalam nyata. Penuh makna dalam damba. Semua nyata tak kuasa ku tahan. Banyak rindu yang tak terlukiskan memenuh...

Kembali Mengingat bagian 1

      Semuanya hanya lah sebuah titipan bila bagas memahami semua yang menimpanya pada masa silam dan waktu sekarang. Ucapan dari ayah bagas sangat membekas dalam palung jiwanya. Seorang bapak dengan jiwa besar telah memberinya pelajaran tentang hidup. Mengajari tak ada ketentuan di bumi ini yang tak ada garis titahnya. Baik soal rezeki, jodoh maupun maut. Ketiganya menjadi rahasia semesta hidup. “Gas? untuk menjadi manusia itu sangat sulit, ayah saja belum paripurna menjadi seorang manusia. Mendekati saja belum bisa gas. Masih membutuhkan waktu lama, harus tahan akan semua cibiran atau nyinyiran orang. Berbuat darma kepada siapa pun pasti akan banyak penghalang di hadapan kita. Namun percaya lah setiap perbuatan buruk kepada siapa pun pasti akan menjadi sebuah malapetaka di kemudian hari.” Itu pesan dari sekian banyak wejengan ayah bagas kepada dirinya. Menjadi seorang anak yang dipandang oleh berbagai tingkatan strata masyarakat adalah sebuah kehormatan namun juga seka...

Semua Dalam Hitungan Singkat Ini

Sekitar 1 tahun, 12 bulan, 48 minggu, 365 hari, 8.760 jam, 525.600 menit dan 31.536.000 detik lamanya menjadi penjabaran hitungan tentang waktu. Aku terus saja gagal memahami. Bagaimana hati ini terus tertuju padamu tanpa sebab, tak berjeda, tak berjengkal dalam angan dan pikiran. Apakah ini candu? Aku mau seseorang yang bisa membebaskan ku. Apakah ini penyakit? Adakah tempat untuk menyembuhkannya? Atau apakah telah sakau? Sampai aku benar-benar bisa sembuh dari ketergantungan? Aku tak tahu pasti. Aku tak tahu adakah yang mampu menolong ku? Apakah ini sebuah wabah yang menyerangku? Jika ini wabah adakah antitoksinnya? Aku mau terbebas. Dengan cara apapun serta harga berapa pun. Akan kubayar? Ahhh.. Ada apa dengan akal sehat dan pikiranku ini. Rasa ini bererkepanjangan mengendap dalam hatiku, sepertinya sulit ku daur lagi agar endapannya tak menumpuk terus-menerus setiap hari, jam ke jam serta menit sampai kedetik hingga menuju dalam satuan yang terkecil dan aku tak tahu apa namanya ...

Berita Dari Ibu Bagas

       Lamunan bagas berangsur sirna dengan suara riuh mahasiswa di dalam ruang kelas. Tak sampai beberapa detik slamet sudah menepuk pundak bagas lagi. Agar bergegas meninggalkan kelas yang daritadi sudah ribut seperti pasar saja. Ajakan slamet masih tak hiraukan oleh bagas dan kembali lagi dia terdiam dalam lamunnya. Tiba-tiba ponsel di saku kemejanya bergetar seperti ada telfon entah dari siapa.  “Nanti kau susul aku dikantin bu darsinah ya gas, aku pergi duluan saja. Perutku sudah meronta hendak ingin diisi makanan gas. Jangan lupa kesana nanti ya gas?”.  “Iya oke met, aku mau menjawab telfon ini dulu ya”. Dengan tergesa-gesa dia mengambil ponsel dan di angkatnya sebuah panggilan itu. Rupanya penggilan telfon itu tak lain dan tak bukan dari ibunda tercintanya. Dengan berjalan cepat dia pergi menuju dekat lobi agar suara ibunya terdengar dengan jelas. Ibunya menanyakan bagaimana kabarnya, selama berminggu-minggu tak pernah memberi kabar kepada kel...

Ada apa dengan bagas?

       Disepanjang kuliah pak kirno bagas selalu tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Entah dengan maksud dan tujuan apa slamet terus menebak ada apa gerangan dengan teman karibnya itu. Malah sekarang slamet yang menjadi tak konsen duduk dismping bagas. “Eh kau kenapa gas daritadi membuatku takut? Apakah demit kampus ini sudah menjahilimu gas? tanya salamet serius dengan berbisik dan heran. Bagas hanya terus tersenyum seakan tak menggubris pertanyaan slamet. Sikap yang ditunjukan temannya itu malah membuat slamet semakin gusar. “Hey pohon sengon, kalau kau tak berhenti tersenyum sendiri nanti aku akan berubah menjadi pohon jati?! seloroh slamet yang sudah kadung terbakar emosinya dengan tambahan gerakan mengeplak kepala bagas. “Iya met aku sudah tak tersenyum sendiri lagi, kau jangan berubah menjadi pohon jati. Jadi pohon randu saja lebih baik met” seloroh bagas dengan tertawa kecil namun sangat dalam dirasakan slamet. Dan slamet juga tertawa sambil menutup...

Tanpa Rencana Tuhan Mempertemukan Kita

 Aku masih ingat saat pertama kali mengenalmu. Pada suatu sore saat hujan mengguyur langit kota. Lebat bercampur dengan guntur. Percakapan kita melalui sosial media yang kerap digunakan banyak orang. Dirimu datang menghangatkan dingin hujan sore. Kau dan aku berbaur dalam setiap notifikasi kita. Terasa akrab. Entah memang kau sudah mengenalku lama atau frekuensi hati kita sudah menyatu. Padahal aku dan kau belum menjadi sebuah kisah. Rasanya begitu cepat semua ini berjalan. Sering kali aku menanyakan arti semua percakapan kita. Kepada hati ini saat datang lamunku? Atau hendak mengistirahtakan mata menuju mimpi singkat ku. Wajah teduh mu selalu muncul tanpa permisi. Rasanya aku ingin disamping mu setiap saatnya. Namun apa daya. Aku hanya seorang pria biasa dengan banyak pengandaian pada hidup ini. Mulut ku hanya bisa mengucap serangkain kata puitis layaknya bagai seorang penyair atau pujangga ulung. Terlalu dini bila aku menjadi seorang pendamba. Mengingat aku belum tahu baga...

Bagas yang sedang kasmaran.

 Di suatu siang terik saat jam menunjukan angka 13.00. Bagas berjalan menerjang panasnya matahari yang membuat ubun-ubunnya terus berdenyut. Langkahnya seakan lebar untuk bisa sampai tepat waktu karena pada jam 13.50 dia ada sebuah kelas. Memang jarak tempat dia kost dan kampusnya tidak jauh. Namun yang dikhawatirkan oleh dia bukan panas atau pun lainnya, melainkan ada tugas perdana dari dosen yang belum sempat dia kerjakan. Tugasnya tak susah, hanya meringkas sebuah jurnal yang ditulis tangan 1 lembar kertas A4. Bisa jurnal nasional ataupun luar negeri. Namun pesan dosen akan lebih kalau dari luar negeri. Dalam pemilihan judul pun dibebaskan oleh dosen asal jangan melenceng dari disiplin ilmu yang dia pelajari. Dengan nafas terengah dan tubuh seakan bermandikan keringat dia sudah sampai di depan kelas. Masih ada waktu 35 menit baginya untuk mengerjakan pekerjaan kuliahnya.              Dengan cekatan dia mengelurkan selembar kertas A4 ya...

Sisi Terlemah

Setiap manusia pasti mempunyai sisi terlemah dalam dirinya. Tak bisa dipungkiri saat  kita sendiri. Tak ada sahabat untuk berbagi semua keluh kesah, saat itu pula perasaan   bisa berubah tak menentu. Rasa apakah gerangan ini? Cemas, gelisah atau gundah kah? pastinya setiap orang pernah mengalami hal yang sama. Tanpa disangka aku begitu melankolis saat kembali bertubrukan dengan masa lalu. Datang sesuka hati menghampiri. Dulu aku begitu rapuh saat dilanda perasaan ini. Namun di lain pihak kenangan lah yang membuat kita selalu bersyukur. Untuk senantiasa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Dan tak kalah hebatnya sebagai guru untuk masa yang akan datang. Pernah kah kalian tanpa sebab memikirkan suatu hal? seseorang atau kenangan yang terus saja hilir-mudik dalam benakmu? sebuah potret wajah kau rindukan dan kau nantikan datangnya? walau hanya datang dalam lamunan belaka? Yang menyusup saat malam panjang, tenang dan sunyi. Rasanya cepat sekali ingatan ini merekam gambaran t...